eFBez - Kelompok-kelompok yang gemar melakukan pencucian otak kini semakin lihai beraksi. Tidak hanya melalui pertemuan langsung atau face to face, kelompok itu juga mencari target melalui jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter.
"Mereka itu sekarang makin lihai. Nggak cuma pendekatan langsung tapi juga lewat jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan juga e-mail-e-mail," kata Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis Center Sukanto saat berbincang dengan detikcom, Rabu (13/4/2011). Crisis Center ini dibuat sebagai sarana informasi tentang maraknya korban KW9 NII.
Karena itu, Sukanto mengimbau agar para pengguna internet lebih waspada. Apalagi jika mendadak 'didekati' oleh seseorang yang tidak dikenalnya. "Kalau tiba-tiba ada yang intens mendekati, mengajak ngobrol lewat jejaring sosial, waspada," saran pria yang akrab disapa Anto ini.
Anto mengatakan, para pencuci otak ini selalu memakai varian-varian baru untuk mendekati calon korbannya. Namun modus yang digunakan setelah korban merasa tertarik dari tahun ke tahun selalu sama.
"Apa yang diomongkan saat perekrutan selalu sama. Doktrin yang diberikan kepada korban selalu sama," kata Anto yang pernah menjabat sebagai camat di NII. Sekadar diketahui, NII memiliki struktur seperti sebuah negara, yang anggotanya juga memiliki jabatan mulai ketua RT, lurah, camat, hingga presiden.
Anto berharap, dengan adanya kasus Laila Febrianti alias Lian (26) yang diekspose media massa, sepak terjang jaringan pencuci otak itu sedikit terhalangi. Masyarakat juga diharapkan dapat menyerap informasi mengenai bahayanya para pencuci otak ini.
"Dengan diberitakan di media massa, diharapkan masyarakat jadi lebih terbuka mengenai jaringan ini. Jadi bisa lebih waspada jika tiba-tiba menjadi target para pencuci otak," kata Anto.
Kasus ini jadi perbincangan setelah Laila Febriani, seorang CPNS Kementerian Perhubungan hilang sejak Kamis 7 April lalu. Ibu muda beranak satu itu ditemukan petugas keamanan di Masjid Atta'awun, sebuah masjid terkenal di Puncak, Bogor, pada Jumat 8 April dan dijemput keluarga pada Minggu (10/4). Saat ditemukan Lian linglung dan tidak ingat di mana rumah dan asal usulnya. Lian yang kala itu bercadar menyebut dirinya sebagai Maryam. Saat ini Lian masih dalam tahap penyembuhan dengan menjalani terapi rukiyah dan psikiatri.
"Mereka itu sekarang makin lihai. Nggak cuma pendekatan langsung tapi juga lewat jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan juga e-mail-e-mail," kata Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis Center Sukanto saat berbincang dengan detikcom, Rabu (13/4/2011). Crisis Center ini dibuat sebagai sarana informasi tentang maraknya korban KW9 NII.
Karena itu, Sukanto mengimbau agar para pengguna internet lebih waspada. Apalagi jika mendadak 'didekati' oleh seseorang yang tidak dikenalnya. "Kalau tiba-tiba ada yang intens mendekati, mengajak ngobrol lewat jejaring sosial, waspada," saran pria yang akrab disapa Anto ini.
Anto mengatakan, para pencuci otak ini selalu memakai varian-varian baru untuk mendekati calon korbannya. Namun modus yang digunakan setelah korban merasa tertarik dari tahun ke tahun selalu sama.
"Apa yang diomongkan saat perekrutan selalu sama. Doktrin yang diberikan kepada korban selalu sama," kata Anto yang pernah menjabat sebagai camat di NII. Sekadar diketahui, NII memiliki struktur seperti sebuah negara, yang anggotanya juga memiliki jabatan mulai ketua RT, lurah, camat, hingga presiden.
Anto berharap, dengan adanya kasus Laila Febrianti alias Lian (26) yang diekspose media massa, sepak terjang jaringan pencuci otak itu sedikit terhalangi. Masyarakat juga diharapkan dapat menyerap informasi mengenai bahayanya para pencuci otak ini.
"Dengan diberitakan di media massa, diharapkan masyarakat jadi lebih terbuka mengenai jaringan ini. Jadi bisa lebih waspada jika tiba-tiba menjadi target para pencuci otak," kata Anto.
Kasus ini jadi perbincangan setelah Laila Febriani, seorang CPNS Kementerian Perhubungan hilang sejak Kamis 7 April lalu. Ibu muda beranak satu itu ditemukan petugas keamanan di Masjid Atta'awun, sebuah masjid terkenal di Puncak, Bogor, pada Jumat 8 April dan dijemput keluarga pada Minggu (10/4). Saat ditemukan Lian linglung dan tidak ingat di mana rumah dan asal usulnya. Lian yang kala itu bercadar menyebut dirinya sebagai Maryam. Saat ini Lian masih dalam tahap penyembuhan dengan menjalani terapi rukiyah dan psikiatri.